Hai SVB Gengs! Siapa diantara kalian yang sempat mengikuti ramainya perbincangan terkait ‘CV sampah’ di media sosial? Topik yang satu ini belakangan sedang ramai diperbincangkan lho, terutama di platform X. Pembahasan mengenai topik ini bermula ketika sebuah akun mengunggah cuitan yang menyebutkan bahwa meski banyak pelamar yang mendaftar, perusahaan tetap menemui kesulitan untuk mendapatkan pelamar yang tepat karena banyaknya CV pelamar yang dianggap ‘sampah’ dan kurang baik kualitasnya memenuhi portal lamaran kerja. Cuitan tersebut tentunya menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan warganet serta sempat menjadi trending topics di platform tersebut.
Kalau tanggapan kalian sendiri, bagaimana nih SVB Gengs? Sebagai individu yang sedang atau akan berkarir di bidang Human Resource, sebaiknya bagaimana ya tanggapan dan perilaku kita ketika menemui dokumen lamaran pekerjaan yang kurang baik kualitasnya? Yuk kita bahas bersama!
SVB Gengs semua pasti sudah paham, bahwa proses rekrutmen dan seleksi ditujukan untuk menemukan sosok karyawan yang memiliki kemampuan dan karakteristik yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan serta budaya organisasi. Untuk menemukan individu tersebut, terdapat berbagai metode yang akan dijalankan oleh HR. Setiap dokumen dan tingkah laku yang ditunjukkan oleh pelamar kerja, memiliki potensi dalam menentukan hasil dari proses rekrutmen yang dijalani. Dan tentunya, tidak semua kandidat akan bisa dipilih oleh perusahaan. Untuk itu, dari sudut pandang pelamar kerja, kita harus senantiasa memastikan bahwa dokumen yang kita serahkan merupakan dokumen dengan isi yang relevan dan format yang tepat dengan kebutuhan perusahaan guna memperbesar kesempatan agar dokumen kita dilirik oleh HR.
Photo by Resume Genius on Unsplash
Dari sudut pandang seorang HR yang mewakili kepentingan perusahaan, terlepas dari baik buruknya dokumen lamaran pekerjaan yang dikirimkan oleh para kandidat, alangkah baiknya bagi kita untuk terus memperhatikan etika dan profesionalisme yang tinggi ketika berkomunikasi. Hindari untuk membuat komentar yang bersifat merendahkan, baik didepan kandidat, masyarakat umum, maupun di dunia media sosial. Kemudian, ketika melakukan proses penyaringan dokumen lamaran pekerjaan, selain berfokus pada aspek kualitas penulisan dan isi dokumen, alangkah baiknya bagi kita sebagai HR untuk mampu bersikap adil dan inklusif dalam menanggapi berbagai dokumen lamaran pekerjaan yang masuk.
Dalam proses rekrutmen, sikap adil merupakan sikap dimana seorang HR dapat memastikan bahwa seluruh proses rekrutmen dijalankan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku. Pengambilan keputusan terkait kandidat terbaik juga dilakukan dengan mempertimbangkan fakta dan kriteria yang objektif, bukan didasarkan pada preferensi pribadi atau diskriminasi terhadap individu dengan latar belakang tertentu. Sikap adil ini memiliki keterkaitan dengan sikap inklusif, yang dapat dimaknai sebagai sikap seorang HR untuk memastikan bahwa setiap individu dengan berbagai latar belakang pendidikan, budaya, jenis kelamin, usia dan karakteristik lainnya akan memiliki kesempatan yang sama untuk dapat bergabung serta berkembang di dalam perusahaan tersebut.
Secara garis besar, menerapkan sikap adil dan inklusif sebagai HR serta bagian dari organisasi merupakan hal penting dalam menciptakan budaya kerja yang positif, mendorong kolaborasi, mengurangi ketidaksetaraan, dan meningkatkan kepuasan serta kesejahteraan karyawan. Hal ini terbukti melalui riset oleh Deloitte (2013) yang menemukan bahwa perusahaan yang memperhatikan aspek keberagaman dan inklusifitas memiliki tingkat employee engagement yang tinggi, dan tingkat employee engagement ini ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan tingkat retensi karyawan dan kesuksesan bisnis organisasi tersebut.
Contoh Sikap Adil dan Inklusif dalam Proses Rekrutmen: