SVB Gengs, apakah kamu pernah mendengar tentang resign? Tentunya, kata yang satu ini terdengar akrab ya ditelinga kita semua. Resign, atau mengundurkan diri dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah kondisi dimana karyawan secara sukarela melakukan proses pengunduran diri dari pekerjaannya saat ini. Apabila perusahaan terkait memberikan izin, maka karyawan tersebut secara resmi akan tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan.
Perlu diingat bahwa keputusan untuk mengundurkan diri ini bukanlah keputusan yang mudah bagi karyawan. Faktor seperti kondisi finansial, ketatnya pasar tenaga kerja, evaluasi terhadap kondisi emosional dan lain – lainnya tentunya harus dipertimbangkan secara matang oleh karyawan yang hendak resign.
Oiya, SVB Gengs juga perlu tahu, bahwa proses resign itu tidak hanya berdampak besar bagi karyawan saja lho. Bagi perusahaan pun, karyawan yang resign bisa menjadi kerugian yang berat, terlebih jika prosesnya terjadi mendadak. Pasalnya hal ini dapat mempengaruhi tingkat turnover atau intensitas pergantian/perputaran karyawan. Selain merugikan perusahaan karena menyebabkan kurangnya tenaga kerja yang tersisa, tingkat turnover yang tinggi dapat memiliki dampak moral negatif bagi para karyawan yang tersisa karena menimbulkan rasa resah dan tidak bersemangat.
Dalam prosesnya, HR wajib memperhitungkan kompensasi secara adil, memiliki program reward and recognition, hingga memberikan dukungan melalui program – program lain sebagai strategi pencegahan resign.
Jika kamu berperan sebagai pihak HR, kamu harus mengetahui penyebab resign karyawan secara pasti sebelum menyusun program dan strategi pencegahan. Nah berikut adalah 5 penyebab umum ternjadinya resign karyawan :
Meski tidak selalu, tidak dapat dipungkiri bahwa satu alasan utama dari mengapa seseorang bekerja adalah supaya bisa mendapatkan penghasilan alias kompensasi dari perusahaan. Kompensasi, yang berupa gaji dan tunjangan, bisa menjadi satu faktor utama dari adanya keinginan karyawan untuk tetap bekerja di satu perusahaan.
Tidak hanya membutuhkan sistem kompensasi yang adil, apresiasi akan pekerjaan yang dilakukan juga dibutuhkan. Apresiasi ini perlu dilakukan dan direncanakan secara matang proses pemberiannya. Mengapa? Karena, pemberian apresiasi yang sesuai dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan serta menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan.
Lebih lanjut, kurangnya apresiasi, baik dari atasan maupun rekan kerja, dapat membuat karyawan merasa kurang dihargai dan akan mempertimbangkan untuk mencari tempat lain yang sekiranya bisa menghargai dirinya. Selain itu, kurangnya apresiasi juga menyebabkan turunnya motivasi kerja hingga dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Ujung – ujungnya, perusahaan juga yang rugi karena dampak seperti kinerja karyawan menurun hingga banyaknya karyawan yang resign.
Memiliki pekerjaan yang ideal bukan berarti seseorang dapat selalu senang saat bekerja. Saat dihadapkan dengan tekanan pekerjaan dan target kinerja yang tidak realistis/tidak sesuai dengan bidang kerja, terkadang karyawan tidak mampu mengelola stress yang dialami. Apabila tidak segera ditangani, kondisi demikian dapat menyebabkan burnout, yang gejalanya meliputi stress, kelelahan baik secara fisik maupun mental, dan munculnya perilaku disfungsional saat bekerja.
Perlu diketahui, kondisi burnout merupakan hal yang bisa menyerang siapa saja, bahkan mereka yang memiliki performa dan engagement yang bagus dengan perusahaan. Maka dari itu, apabila tidak ditangani dengan baik, burnout dapat menyebabkan mulai dari turunnya kinerja karyawan hingga munculnya keinginan untuk resign dan mencari tempat kerja yang lebih baik. Salah satu riset dari Limeade (2022) yang dilakukan pada periode COVID-19 juga menunjukkan bahwa sebesar 40% dari partisipan riset mengaku bahwa burnout merupakan alasan utama yang menyebabkan mereka keluar dari pekerjaan mereka saat itu.
Memiliki sebuah pekerjaan yang baik dan memicu perkembangan merupakan satu hal yang dianggap penting bagi kehidupan orang dewasa. Maka dari itu, tidak adanya tantangan dan ruang pemembangan dapat menjadi penyebab resign karyawan. Pekerjaan yang membosankan dan monoton ditambah dengan hadirnya peluang eksternal yang dianggap lebih menantang pun bisa turut meningkatkan keinginan tersebut.
Selama bekerja, karyawan tentu memiliki preferensinya masing – masing. Mulai dari mereka yang workaholic hingga mereka yang mengutamakan work-life-balance, preferensi karyawan dapat mempengaruhi keinginan mereka untuk tetap bekerja di satu perusahaan. Ketidaksesuaian preferensi ini bisa menjadi satu alasan kuat dari kondisi resign karyawan.
Sebagai contoh, salah satu riset dari ADP Research Center (2022) menemukan bahwa sebesar 64% partisipan akan mempertimbangkan untuk berhenti bekerja dari perusahaan mereka sekarang apabila perusahaan meminta mereka untuk kembali melakukan Work From Office (WFO). Angka tersebut tentu cukup mengkhawatirkan, mengingat riset ini dilakukan dengan menggunakan 32.000 partisipan. Tetapi, riset ini merupakan satu dari sekian yang menunjukkan betapa preferensi kerja dapat mempengaruhi keinginan untuk resign.
Selain 5 alasan umum yang sudah disebutkan, pastinya tiap perusahaan memiliki faktor penentu yang unik dan berbeda dari satu sama lain. Maka dari itu, faktor – faktor tersebut penting untuk diketahui dan pemanfaatan data melalui HR Analytics dapat menjadi satu strategi untuk menemukannya. Apa itu HR Analytics?
Menurut Gartner, HR Analytics merupakan sebuah bidang yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengaplikasian data terkait sumber daya manusia untuk keperluan bisnis. Melalui proses yang ada di HR Analytics, organisasi dapat mendapatkan solusi berdasarkan data aktual dan lebih efisien dalam menangani permasalahan sumber daya manusia. Dalam kasus resign karyawan, data – data seperti karyawan dari posisi apa saja yang ditemukan melakukan resign, perbandingan kinerja dari karyawan di masa lalu dengan masa kini, kualitas dari karyawan yang baru direkrut, data dari asesmen kepemimpinan dan lain – lain bisa dianalisis untuk mengetahui faktor spesifik dari terjadinya kasus karyawan yang resign. Penting sekali kan?
Nah, buat kamu yang ingin belajar HR Analytics, SVB Academy punya kelas HR Master Class yang khusus membahas tentang HR Analytics. Disini, kamu akan bertemu dengan Ilvan sebagai fasilitator. Beliau ini keren banget lho, karena beliau merupakan seorang HRBP & Global People Analytics Expert di Perusahaan Consumer Goods Multinasional! Maka dari itu, pada kelas ini, materi yang beliau bawakan akan padat dengan contoh kasus nyata dari perusahaan – perusahaan besar. Beliau juga akan membimbing kamu dalam sesi praktek dan konsultasi HR Analytics nanti.
Buat yang udah penasaran, langsung aja daftar kelas HR Master Class! Kamu bisa langsung kontak kami melalui Instagram @svb.academy atau Whatsapp di +62877-3420-8830. Atau, kamu langsung klik bit.ly/SVBHRANALYTICS untuk lihat dan daftar kelasnya ya. Plus, tambahkan kode voucher ‘belajarhranalytics’ untuk dapatkan diskon 10% ya. Jadi, see you on class, SVB Gengs!
Referensi
ADP Research Institute. (2022, April 25). ADP Research Institute® Reveals Pandemic-Sparked Shift in Workers’ Priorities and Expectations in New Global Study. ADP Media Center. https://mediacenter.adp.com/2022-04-25-ADP-Research-Institute-R-Reveals-Pandemic-Sparked-Shift-in-Workers-Priorities-and-Expectations-in-New-Global-Study
Gartner. (n.d.). Definition of HR Analytics – Gartner Human Resources Glossary. https://www.gartner.com/en/human-resources/glossary/hr-
analytics#:%7E:text=HR%20analytics%20(also%20known%20as,and%20promote%20positive%20employee%20experience.
Limeade. (2022, April 12). The Great Resignation Update: Limeade Employee Care Report. https://www.limeade.com/resources/resource-center/limeade-employee-care-report-the-great-resignation-update/?utm_source=newswire&utm_medium=press_release