Hai SVB Gengs! Kalau kalian diberikan kesempatan, kalian akan lebih memilih untuk melakukan aktivitas secara daring atau luring nih? Karena kondisi COVID-19, saat ini melakukan aktivitas secara daring memang sudah menjadi hal yang wajar ya, SVB Gengs. Mulai dari sekolah, kuliah, hingga bekerja sekarang punya opsi daring.
Awalnya, kondisi daring ini merupakan hal yang terpaksa dilakukan. Namun, kini sistem daring menjadi kebutuhan bagi banyak pihak khususnya karyawan. Sistem daring memungkinkan karyawan untuk bekerja dimana saja dan dengan pengaturan yang lebih fleksibel. Tentunya, ini juga akan membuka kesempatan kerja yang baru bagi banyak pihak, seperti ibu rumah tangga hingga orang di daerah yang jauh untuk tetap bisa bekerja dengan gaji yang kompetitif.
Di sisi lain, sistem daring menimbulkan efek negatif. Dengan penurunan jumlah tuang diskusi mengakibatkan kutangnya kedekatan antar pekerja hingga menimbulkan permasalahan bagi beberapa pihak. Maka dari itu, sistem kerja yang baru dimunculkan untuk mengatasi kebutuhan tersebut, yaitu sistem hybrid-working. Apakah kamu tahu, apa itu hybrid-working?
Hybrid working merupakan sistem pengaturan kerja yang memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk memilih hendak bekerja dari kantor (onsite) atau bekerja secara (remote). Tentunya, porsi waktu dari sistem kerja ini nantinya akan bergantung pada kesepakatan antara pekerja dan perusahaan (employer). Jadi, bisa dikatakan bahwa hybrid-working merupakan kombinasi dari bekerja dari kantor (Work From Office) dan bekerja dari rumah/bekerja dari mana saja (Remote Working).
Tentu, selayaknya opsi sistem kerja lainnya, sistem hybrid working juga memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Yuk kita kupas tuntas semuanya!
Dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan sistem kerja dari kantor secara keseluruhan, sistem kerja hybrid-working dapat membantu dalam meminimalisir penyebaran virus melalui pembatasan kontak (bukan penghilangan kontak). Selain itu, dengan secara spesifik mengetahui jadwal pergantian karyawan yang bekerja dari kantor, perusahaan dapat melakukan upaya penanganan secara lebih efektif apabila dibandingkan dengan sistem luring sepenuhnya.
Dengan adanya pembatasan dari jumlah karyawan yang bekerja secara langsung di kantor, perusahaan dapat meminimalisir biaya yang digunakan untuk menyewa tempat dan peralatan dari kantor.
Photo by Chris Spiegl on Unsplash
Sistem hybrid mampu memberikan keleluasaan kepada karyawan pada banyak aspek yang berkaitan dengan produktivitas. Hal kecil seperti pengaturan ruangan kerja hingga hal besar seperti metode dan jam kerja dapat disesuaikan dengan preferensi karyawan, sehingga karyawan bisa menjadi lebih nyaman dalam bekerja dan menjadi lebih produktif. Karyawan yang membutuhkan ruang kolaborasi langsung pun tetap bisa terpenuhi kebutuhannya karena masih ada porsi bekerja secara luring dalam sistem hybrid.
Banyaknya keleluasaan yang diberikan, berkurangnya energi yang habis karena persiapan pergi ke tempat kerja, serta bertambahnya waktu bagi keluarga dan kehidupan personal merupakan hal yang dapat menjaga kesejahteraan karyawan dari sistem hybrid working ini. Selain itu, sistemnya yang tidak 100% bekerja dari rumah juga dapat membantu untuk memberikan keseimbangan waktu (antara waktu bekerja dan waktu untuk dirumah) secara lebih optimal.
Karena kondisi daring dan mereka yang bisa bertemu langsung dibatasi, ruang komunikasi dan kolaborasi terbatas. Hal ini tentu dapat mempengaruhi perasaan dan produktivitas bagi karyawan dengan kebutuhan kolaborasi yang tinggi. Selain itu, apabila giliran masuk kerja dipengaruhi oleh perbedaan departemen, bisa jadi hubungan karyawan antar departemen menjadi semakin jauh sehingga semakin sulit untuk bekerjasama.
Tidak semua karyawan memiliki pemahaman dan kemampuan yang sama terkait teknologi dalam bekerja. Di masa daring ini, tentunya ketimpangan tersebut dapat menimbulkan masalah baru di area kerjasama tim dan produktivitas. Sistem kerja hybrid pun tidak terlepas dari masalah ini, apalagi mengingat bahwa mungkin akan ada cara kerja yang beda saat bekerja secara luring maupun daring.
Photo by Elisa Ventur on Unsplash
Kurangnya interaksi antar karyawan ternyata ditemukan dapat memunculkan perasaan terisolasi, kesepian dan gangguan kecemasan di banyak karyawan. Riset yang dilakukan oleh Valley dalam Robinson (2022) menemukan bahwa 70% karyawan merasa terisolasi dan kesepian dengan adanya sistem kerja hybrid working. Banyak diantaranya yang merindukan kehidupan kerja yang sepenuhnya aktif dan menyenangkan.
Selain itu, sistem hybrid-working yang mengurangi pergerakan fisik dari karyawan, sehingga menyebabkan munculnya masalah kesehatan fisik yang lain. Survey dari Upright Pose dalam Robinson (2022) menemukan bahwa permasalahan mata, pinggang, pundak dan pose tubuh ditemukan lebih sering terjadi pada karyawan yang bekerja secara full daring maupun hybrid.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, faktanya, beberapa survey menemukan bahwa banyak pekerja yang memilih untuk mempertahankan sistem kerja hybrid dibandingkan sistem kerja lainnya. Satu survey dari Microsoft Work Trend Index 2021 menemukan bahwa sebesar 73% pekerja yang terlibat didalam survey ingin tetap bekerja secara remote bahkan apabila pandemic telah usai. Di sisi lain, 66% juga menjawab bahwa mereka butuh untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain secara langsung (in-person). Maka dari itu, hybrid-work merupakan sebuah opsi yang diinginkan oleh karyawan karena bisa mengakomodir kedua keinginan tersebut secara bersamaan. Berdasarkan penelitian tersebut, mengakomodir kebutuhan karyawan sistem hybrid-working dapat merupakan hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan mereka.
Nah, gimana nih SVB Gengs? Dari penjelasan di atas, seandainya kalian merupakan seorang HR, kalian akan pilih untuk menggunakan sistem hybrid atau tidak nih? Tentunya, sebagai seorang HR, keputusan untuk melakukan hybrid-working wajib memperhatikan berbagai macam aspek ya. Aspek-aspek tersebut adalah membangun kepercayaan antara perusahaan dan karyawan, tingkatkan komunikasi, buat kebijakan yang sesuai hingga berikan training bagi karyawan. Sehingga keputusan untuk melakukan hybrid-working tidak diambil secara gegabah.
Maka dari itu, divisi HR perlu mempelajari hybrid-working lebih dalam, agar segala aspek dapat terpenuhi dengan baik dan performance karyawan maupun perusahaan tidak terganggu. Maka dari itu, SVB Academy hadir untuk membantu dalam meningkatkan pemahaman terkait hybrid-working pada sesi HR Discussion Forum yang akan diadakan pada:
Hari/Tanggal: Selasa, 5 Juli 2022
Pukul: 19.00 – 20.30 WIB
Tempat: Zoom Meeting
Di sesi ini, kamu akan diajak untuk berdiskusi sekaligus konsultasi dengan HR Expert terkait hybrid-working. Acara HR Discussion Forum bersifat GRATIS bagi kamu HR Enthusiast maupun HR Professional! Kamu bisa mendapat banyak manfaat di acara ini. Mulai dari menambah relasi professional di bidang HR, gabung di komunitas HR, hingga mendapatkan insight baru mengenai hybrid-working bisa kamu dapatkan semua disini. Tertarik untuk bergabung? Yuk daftar sekarang di tinyurl.com/HRDF7. LIMITED SEAT!
Referensi
Microsoft. (2021). The Next Great Disruption Is Hybrid Work—Are We Ready? https://www.microsoft.com/en-us/worklab/work-trend-index/hybrid-work
Robinson, B., PhD. (2022b, April 21). New Research Shows Remote And Hybrid Workers Suffering Physical And Mental Health Dilemmas. Forbes. https://www.forbes.com/sites/bryanrobinson/2021/11/01/new-research-shows-remote-and-hybrid-workers-suffering-physical-and-mental-health-dilemmas/?sh=f5d12485aa9e